Halaman

Total Tayangan Halaman

Senin, 10 Oktober 2011

DUNIA YANG MENYILAUKAN


Dunia, memang sebuah tempat yang seringkali melalaikan bagi siapa saja. Dunia tidak akan pandang bulu untuk menjadikan siapapun korban kefanaannya. Bisa seorang pemabuk, bisa seorang pelajar, bisa seorang polisi, bahkan seorang ulama pun bisa menjadi hamba dunia.
Sungguh dunia ini merupakan kumpulan perhiasan yang bisa melenakan manusia dari tujuan asalnya. Perhiasan itu bisa berupa harta, pangkat dan bahkan wanita.

Di zaman era globalisasi ini atau lebih pantas disebut zaman edan, orang-orang benar-benar sudah dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Seolah tiada tujuan yang lebih agung dari itu, manusia hingga mati-matian ingin mendapatkan perhiasan-perhiasan dunia itu. Mereka rela kerja siang sampe malam dari malem sampe siang lagi untuk mendapatkannya. Dan tidak jarang hingga melalaikan kewajiban mereka untuk beribadah hanya karena Allah semata.
Kalau mau jujur manusia saat ini -dan mungkin termasuk kita- hidupnya tidak memiliki tujuan hidup yang mulia, manusia kini hidup hanya untuk gaya hidup dan hidup gaya. Apakah manusia sudah lupa tujuan hidup yang sesungguhnya, seperti yang difirmankan Allah SWT.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyaat [51] : 56)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad No. 8493)

Berdasarkan hadits ini berarti kita dapat simpulkan bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat atau mengaku muslim haruslah bersikap sangat waspada ketika ia menjalani era penuh fitnah di Akhir Zaman. Ia harus memahami bahwa bentuk pelanggaran terhadap Allah dapat berakibat kepada dua macam akibat. Pertama, ada yang berakibat seseorang menjadi berdosa, namun di mata Allah dosanya itu tidak menyebabkan dirinya keluar dari Islam. Artinya Allah masih tetap mengakui eksistensi iman pelaku dosa tersebut. Ia masih tetap dipandang sebagai seorang muslim atau seorang yang beriman.

Di dalam kitabnya berjudul Dhawabith At-Takfir ‘inda Ahlis-Sunnah wa Al-Jama’ah, Mas’ud bin Faisol menguraikan sembilan Pembatal Keimanan yang disepakati oleh para ulama:
  1. Sombong dan menolak beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, walaupun membenarkan dan mengakui kebenaran Islam
  2. Syirik dalam beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala
  3. Membuat perantara dalam beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan meminta pertolongan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala
  4. Mendustakan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam atau membenci sesuatu yang beliau bawa walaupun ia melakukannya
  5. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu terhadap kekafiran mereka atau membenarkan mazhab (faham/keyakinan) mereka
  6. Memperolok-olok Allah subhaanahu wa ta’ala, Al-Qur’an, Al-Islam, pahala dan siksa, dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang Nabi‘alaihimus-salam, baik ketika bergurau ataupun sungguhan
  7. Membantu orang musyrik atau menolong mereka untuk memusuhi orang Islam
  8. Meyakini bahwa ada sebagian orang yang boleh keluar dari ajaran Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau
  9. Meyakini ada petunjuk yang lebih sempurna daripada petunjuk Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallamatau meyakini ada hukum yang lebih baik daripada hukum beliau yang berlandaskan syariat Allah subhaanahu wa ta’ala
Kita semua berlindung kepada Allah dari perbuatan dosa, baik yang menyebabkan diri kita dipandang “sekadar” bermaksiat kepada Allah, apalagi yang sampai menyebabkan diri kita tidak lagi dipandang Allah masih merupakan seorang beriman. Na’udzubillahi min dzaalika.

Dalam hadits tersebut digambarkan bahwa suatu ketika di masa yang akan datang bakal muncul para pemimpin yang dikenal di tengah masyarakat namun tidak disetujui karena sikap dan perilakunya yang zalim dan fasiq. Kemudian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberi tahu kita bagaimana sikap yang semestinya ditegakkan bila para pemimpin seperti itu muncul. Untuk lebih jelasnya inilah tex hadits itu secara lengkap:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ
فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ
وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا

Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Akan muncul pemimpin-pemimpin yang kalian kenal, tetapi kalian tidak menyetujuinya. Orang yang membencinya akan terbebaskan (dari tanggungan dosa). Orang yang tidak menyetujuinya akan selamat. Orang yang rela dan mematuhinya tidak terbebaskan(dari tanggungan dosa).” Mereka bertanya: ”Apakah kami perangi mereka?” Nabishollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Tidak, selagi mereka masih sholat.” (HR Muslim 3445)

Dengan jelas Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa orang yang membenci para pemimpin yang zalim dan fasiq itu akan terbebaskan dari tanggungan dosa. Orang yang tidak menyetujui mereka akan selamat. Berarti hadits ini menegaskan sikap yang semestinya dimiliki seorang mukmin ketika berhadapan dengan pemimpin yang memiliki penyimpangan akhlak. Berbeda sekali dengan anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam bagaimanapun perilaku seorang pemimpin ummat harus tetap mematuhinya dan menganggapnya sebagai ulil amri minkum (pemegang urusan di kalangan orang-orang beriman).

Saudaraku, permasalahan kita ummat Islam dewasa ini adalah bahwa bukan saja negeri-negeri Islam dipimpin oleh sebagian besar pemimpin yang berkepribadian zalim dan fasiq, tetapi sudah jelas mereka tidak menegakkan sistem kekhalifahan dan bahkan nyata benar bahwa kaedah-kaedah Islam telah banyak yang dirubah, baik oleh sang pemimpin tertinggi maupun oleh kepemimpinan kolektif kolaborasi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Untuk membuktikan kebenaran sinyalemen di atas tidaklah sulit. Karena dalam realitas keseharian terlalu banyak contoh kasus yang membenarkannya daripada membantahnya. Sungguh benarlah kita dewasa ini sedang menjalani masa fitnah sebagaimana telah disinyalir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam.

بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي
كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki diwaktu pagi masih mukmin dan diwaktu sore telah kafir, dan diwaktu sore masih beriman dan paginya sudah menjadi kafir, ia menjual agamanya demi kesenangan dunia.“(HR Ahmad 8493)

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (QS Al-Baqarah 250)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar